Akhir-akhir ini saya sering membaca status teman-teman L
yang ingin minggat atau kabur dari rumah karena ketahuan L dan dipaksa menikah
atau dilarang berhubungan dengan GF nya. Ada juga yang minggat karena ingin
bersama GF nya atau ingin menikah dengan GF nya. Ada yang menghujat teman-teman
L yang kabur dari rumah karena memilih pacarnya yang baru dikenal tanpa
memikirkan keluarganya. Ada seorang teman yang mengomentari teman L yang nggak berani keluar dari rumah ketika mendapat kekerasan dari orang tuanya gara-gara ketahuan L. “Bego banget si A itu, kenapa dia nggak
berani kabur dari rumah! Padahal dia sudah bisa cari duit sendiri!” lalu saya tanya kepada dia, "Apa kamu pernah kabur dari rumah? lalu katanya "nggak pernah sih! aku merantau juga seijin orang tua".
Kalau diluar negeri anak yang sudah berumur 18 tahun dan
masih tinggal bersama orang tua akan dianggap aneh. Mereka akan di dorong untuk
mandiri atau tinggal sendiri, paling nggak tinggal di asrama kampus. Memang
budaya kita, anak akan dianggap dewasa dan bisa mandiri kalau sudah menikah.
Memang tidak semua orang tua seperti itu, tetapi kebanyakan orang tua masih
merasa bertanggung jawab atau berkuasa terhadap anaknya selama si anak belum
menikah. Anak sudah dikondisikan sejak kecil bahwa anak yang baik adalah anak
yang patuh, berbakti dan menurut perintah orang tua tanpa bertanya. Bila tidak
menurut maka akan dikatakan anak durhaka, anak yang tidak berbakti dan segala
macam hal yang menakutkan. Anak dianggap sebagai properti orang tua dan harus pay back atau membalas budi orang tua
bila sudah dewasa.
Masalah akan muncul ketika seorang anak ketahuan Lesbian
oleh orang tuanya. Apalagi bila orang tuanya mempunyai faham keagamaan yang
kuat. Anak akan dipaksa untuk berubah menjadi hetero atau diminta untuk ‘Sembuh’. Orang tua akan melakukan segala
cara untuk merubah anaknya yang Lesbian. Mulai dari yang halus sampai yang
paling ekstrem. Mulai dari yang dilarang bertemu dengan Gf-nya, diawasi,
dijaga, dikawal sampai dinikahkan paksa. Bahkan ada yang ekstrem dipukuli atau
bahkan sampai ada yang mengalami kekerasan seksual. Mereka seperti tidak pernah
memikirkan kebahagian sang anak dan dianggap bahwa pilihan sang anak keliru dan
akan sengsara hidupnya.
Bagaimana dengan teman L sendiri? Ketika mereka ketahuan
pada usia sekolah atau masih membutuhkan support secara financial dari orang
tua tentu ini akan menjadi masalah. Mendadak dunia seperti menjadi gelap dan
hancur. Perasaan cinta yang sedang menggebu jadi kandas di tengah jalan. Bahkan
buat teman L yang sudah mendiripun tetap akan menjadi masalah. Masalah yang
dihadapi selain financial adalah masalah psikologis.
Perasaan bersalah kepada orang tua ketika meninggalkan
rumah itu tentu akan ada dan menghantui perjalanan. Apalagi kalau nilai ikatan keluarga sangat
kuat bagi orang tersebut maka perasaan bersalah akan lebih kuat. Mungkin secara
financial dia bisa menghidupi diri sendiri atau pasangannya bisa mensupport
dia. Tapi tetap akan ada perasaan bersalah, sedih, dan merasa menjadi anak yang
tidak berbakti kepada orang tua. Atau kadang teman L memilih menurut untuk
menikah dengan pikiran nanti setelah menikah dia akan bercerai atau lari
setelah menikah. Padahal ini bukan menyelesaikan masalah tapi menambah masalah.
Keputusan untuk lari dari rumah harus dipikirkan
matang-matang. Ini bukan sesuatu yang heroic yang akan dianggap hebat atau
jagoan. Tetapi dibutuhkan strategi dan perhitungan yang matang. Bila memang
ketahuan ketika kamu masih sekolah atau masih butuh support dana sebaiknya
menghindari konflik. Dan sementara menjaga sikap sambil mengatur strategi untuk
bisa segera mandiri. Persiapkan dirimu secara mental dan financial. Mulai
menabung untuk membiayai hidupmu sebelum mendapatkan pekerjaan. Atau cara lain
adalah mulai merencanakan kuliah di luar kota atau mencari pekerjaan di luar
kota.
Kalau kamu memang mengalami kekerasan di rumah karena
orientasimu, kamu memang wajib mencari perlindungan. Ini bukan berarti kamu
melawan orang tua. Banyak teman L yang merasa bersalah ketika mendapat
kekerasan dan melaporkan orang tuanya. mereka merasa menjadi anak yang durhaka.
Tetapi ini menyangkut keselamatan diri dan masa depanmu. Untuk sementara
mencari perlindungan sambil menenangkan diri dan melakukan negosiasi atau
mediasi dengan orang tua.
Keluar dari rumah karena bekerja atau sekolah berbeda
dengan lari dari rumah karena ada konflik. Masalah coming out di dalam keluarga
adalah masalah yang rumit. Kadang ada yang menyatakan secara verbal tetapi ada
yang tidak. Semua adalah situasional dan melihat kondisi keluarga
masing-masing. Tetapi sebaiknya tidak terlalu buru-buru untuk coming out bila
kamu masih sekolah. Keluarga juga perlu adaptasi, menerima dan menyesuaikan
secara perlahan-lahan. Mereka juga perlu belajar menerima perbedaan dan
mengatasi keterkejutan. Mereka juga tentu merasa kuatir karena tidak mengerti.
Jadi orang tua juga perlu diedukasi dan ini perlu waktu.
Lari dari rumah
atau minggat dari rumah bukan sesuatu yang sederhana dan untuk kesenangan
sesaat. Begitu kamu keluar rumah, kamu harus bisa melindungi diri sendiri,
menghidupi diri sendiri, mencari tempat tinggal. Kamu tidak mungkin tergantung
pada teman, pacar atau orang lain. Mereka mungkin bisa membantu tetapi tidak
selamanya atau terus menerus. Kamu harus menanggung semuanya sendiri dan itu
tidak mudah. Semua perlu perencanaan dan pemikiran yang matang. So, sebelum
kabur dari rumah mulai memikirkan, aku akan tinggal dimana? Darimana aku dapat
uang untuk makan? Aku akan bekerja apa? Kemampuan apa yang aku miliki untuk
mencari pekerjaan? Seberapa besar daya tahanmu untuk hidup susah, kurang makan,
tidak punya uang dan tempat tinggal. Hati boleh panas, emosi boleh tinggi tapi
otak tetap harus bekerja. Gunakan akal sehat dan fokus pada masa depanmu.
:-D Hidup penuh warna warni :-D Terimakasih:-D
BalasHapus