Searching...
Sabtu, 23 Maret 2013

Pengen kabur dari rumah?


Akhir-akhir ini saya sering membaca status teman-teman L yang ingin minggat atau kabur dari rumah karena ketahuan L dan dipaksa menikah atau dilarang berhubungan dengan GF nya. Ada juga yang minggat karena ingin bersama GF nya atau ingin menikah dengan GF nya. Ada yang menghujat teman-teman L yang kabur dari rumah karena memilih pacarnya yang baru dikenal tanpa memikirkan keluarganya. Ada seorang teman yang mengomentari teman L yang nggak berani keluar dari rumah ketika mendapat kekerasan dari orang tuanya gara-gara ketahuan L.  “Bego banget si A itu, kenapa dia nggak berani kabur dari rumah! Padahal dia sudah bisa cari duit sendiri!” lalu saya tanya kepada dia, "Apa kamu pernah kabur dari rumah? lalu katanya "nggak pernah sih! aku merantau juga seijin orang tua". 

Kalau diluar negeri anak yang sudah berumur 18 tahun dan masih tinggal bersama orang tua akan dianggap aneh. Mereka akan di dorong untuk mandiri atau tinggal sendiri, paling nggak tinggal di asrama kampus. Memang budaya kita, anak akan dianggap dewasa dan bisa mandiri kalau sudah menikah. Memang tidak semua orang tua seperti itu, tetapi kebanyakan orang tua masih merasa bertanggung jawab atau berkuasa terhadap anaknya selama si anak belum menikah. Anak sudah dikondisikan sejak kecil bahwa anak yang baik adalah anak yang patuh, berbakti dan menurut perintah orang tua tanpa bertanya. Bila tidak menurut maka akan dikatakan anak durhaka, anak yang tidak berbakti dan segala macam hal yang menakutkan. Anak dianggap sebagai properti orang tua dan harus pay back atau membalas budi orang tua bila sudah dewasa.

Masalah akan muncul ketika seorang anak ketahuan Lesbian oleh orang tuanya. Apalagi bila orang tuanya mempunyai faham keagamaan yang kuat. Anak akan dipaksa untuk berubah menjadi hetero atau diminta untuk ‘Sembuh’. Orang tua akan melakukan segala cara untuk merubah anaknya yang Lesbian. Mulai dari yang halus sampai yang paling ekstrem. Mulai dari yang dilarang bertemu dengan Gf-nya, diawasi, dijaga, dikawal sampai dinikahkan paksa. Bahkan ada yang ekstrem dipukuli atau bahkan sampai ada yang mengalami kekerasan seksual. Mereka seperti tidak pernah memikirkan kebahagian sang anak dan dianggap bahwa pilihan sang anak keliru dan akan sengsara hidupnya. 

Bagaimana dengan teman L sendiri? Ketika mereka ketahuan pada usia sekolah atau masih membutuhkan support secara financial dari orang tua tentu ini akan menjadi masalah. Mendadak dunia seperti menjadi gelap dan hancur. Perasaan cinta yang sedang menggebu jadi kandas di tengah jalan. Bahkan buat teman L yang sudah mendiripun tetap akan menjadi masalah. Masalah yang dihadapi selain financial adalah masalah psikologis.

Perasaan bersalah kepada orang tua ketika meninggalkan rumah itu tentu akan ada dan menghantui perjalanan.  Apalagi kalau nilai ikatan keluarga sangat kuat bagi orang tersebut maka perasaan bersalah akan lebih kuat. Mungkin secara financial dia bisa menghidupi diri sendiri atau pasangannya bisa mensupport dia. Tapi tetap akan ada perasaan bersalah, sedih, dan merasa menjadi anak yang tidak berbakti kepada orang tua. Atau kadang teman L memilih menurut untuk menikah dengan pikiran nanti setelah menikah dia akan bercerai atau lari setelah menikah. Padahal ini bukan menyelesaikan masalah tapi menambah masalah.

Keputusan untuk lari dari rumah harus dipikirkan matang-matang. Ini bukan sesuatu yang heroic yang akan dianggap hebat atau jagoan. Tetapi dibutuhkan strategi dan perhitungan yang matang. Bila memang ketahuan ketika kamu masih sekolah atau masih butuh support dana sebaiknya menghindari konflik. Dan sementara menjaga sikap sambil mengatur strategi untuk bisa segera mandiri. Persiapkan dirimu secara mental dan financial. Mulai menabung untuk membiayai hidupmu sebelum mendapatkan pekerjaan. Atau cara lain adalah mulai merencanakan kuliah di luar kota atau mencari pekerjaan di luar kota.

Kalau kamu memang mengalami kekerasan di rumah karena orientasimu, kamu memang wajib mencari perlindungan. Ini bukan berarti kamu melawan orang tua. Banyak teman L yang merasa bersalah ketika mendapat kekerasan dan melaporkan orang tuanya. mereka merasa menjadi anak yang durhaka. Tetapi ini menyangkut keselamatan diri dan masa depanmu. Untuk sementara mencari perlindungan sambil menenangkan diri dan melakukan negosiasi atau mediasi dengan orang tua.

Keluar dari rumah karena bekerja atau sekolah berbeda dengan lari dari rumah karena ada konflik. Masalah coming out di dalam keluarga adalah masalah yang rumit. Kadang ada yang menyatakan secara verbal tetapi ada yang tidak. Semua adalah situasional dan melihat kondisi keluarga masing-masing. Tetapi sebaiknya tidak terlalu buru-buru untuk coming out bila kamu masih sekolah. Keluarga juga perlu adaptasi, menerima dan menyesuaikan secara perlahan-lahan. Mereka juga perlu belajar menerima perbedaan dan mengatasi keterkejutan. Mereka juga tentu merasa kuatir karena tidak mengerti. Jadi orang tua juga perlu diedukasi dan ini perlu waktu.

Lari dari rumah atau minggat dari rumah bukan sesuatu yang sederhana dan untuk kesenangan sesaat. Begitu kamu keluar rumah, kamu harus bisa melindungi diri sendiri, menghidupi diri sendiri, mencari tempat tinggal. Kamu tidak mungkin tergantung pada teman, pacar atau orang lain. Mereka mungkin bisa membantu tetapi tidak selamanya atau terus menerus. Kamu harus menanggung semuanya sendiri dan itu tidak mudah. Semua perlu perencanaan dan pemikiran yang matang. So, sebelum kabur dari rumah mulai memikirkan, aku akan tinggal dimana? Darimana aku dapat uang untuk makan? Aku akan bekerja apa? Kemampuan apa yang aku miliki untuk mencari pekerjaan? Seberapa besar daya tahanmu untuk hidup susah, kurang makan, tidak punya uang dan tempat tinggal. Hati boleh panas, emosi boleh tinggi tapi otak tetap harus bekerja. Gunakan akal sehat dan fokus pada masa depanmu.

1 comments:

 
Back to top!